BAB I
PENDAHHULUAN
Penafsiran Al- qur’an
telah dimulai dan berkembang awal islam dan diturukannya Al-qur’an. Nabi saw menafsirkan Al- qur’an
kepada para shahabat bila para shahabat tidak mengetahui maksud dari suatu
ayat. Beliau tidak menafsirkan Al- qur’an mengikuti alam pikiran dan hawa nafsu
beliau sendiri, tetapi beliau menafsirkan Al- qur’an berdasarkan pada wahyu.
Sebagai dampak dari kemajuan dan peradaban agama islam, muncul
berbagai ilmu pengetahuan yang berkembang pesat sejalan dengan berkembang dan
bertambah luas tersebarnyaa Agama Islam, salah satunya adalah ilmu Tasawuf.
Golong sufi sejak zaman dahulu, telah berusaha mengemukakan dasar- dasar hukum
melalui nash- nash yang terdapat dalam Al- qur’an. Para ahli Tasawuf pada saat itu sangat mewarnai panafsiran pada
saat itu, mereka ingin menafsirkan ayat- ayat Al- quran sesuai dengan
pemahaman- pemahaman batiniah mereka.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Penertian Corak
Dalam bahasa Arab kata corak disebut dengan لون-
الوان yang artinya warna, rupa
atau macam[1].
Sedangkan menurut terminologi corak adalah Kecenderungan para Mufassirin dalam
menafsirkan ayat- ayat Al-Qur’an sesuai dengan keilmuan yang dia miliki.
B. Pengertian Tasawuf
Secara bahasa Tasawuf berarti صوف - اصواف , yang berarti bulu kibas wol[2]. Sedangkan
secara istilah Tasawuf adalah Prilaku ritual yang dilakukan untuk menjernihkan
jiwa dan menjauhkan diri dari kemegahan dunia melalui zuhud, kesederhanaan dan
ibadah. Dapat dikatakan juga, Tasawuf adalah membersihkan diri(takhali) dari
suatu yang hina, dan menghiasinya dengan suatu yang baik untuk mencapai kepada
tigkat yang lebih dekat dengan Allah baik secara lahir maupun batin[3]. Hal
ini sesuai dengan firman Allah swt.
قدافلح من تذ كى . الاعلى:14
Sungguh beruntung
orang- orang yang menyucikan jiwanya.
C. Pengertian Tafsir Tasawuf
Nuansa tafsir adalah Ruang dominan sebagai sudut pandang dari suatu
karya tafsir[4].
Tafsir yang bernuansa Tasawuf adalah sebagai suatu tafsir yang berusaha menjelaskan makna ayat-
ayat Al-Qur’an dari segi esoterik atau berdasarkan isyarat- isyarat yang
tersirat yang nampak oleh sufi dalam suluknya[5].
Menurut Az-Zarqani tafsir sufi adalah menafsirkan Al-Qur’an tidak
dengan makna dhahir, melainkan dengan makna yang batin, karena ada isyarat yang
tersembunyi yang terlihat oleh para sufi.
Pendapat lain
menyatakan, Tafsir Tasawuf adalah corak penafsiran Al- Qur’an yang beraliran
tasawuf[6].
D. Sejarah Perkembangan Tafsir Tasawuf
Tafsir tasawuf adalah tafsir yang ditulis oleh para sufi atau ahli
tasawuf. Tasawuf itu sendiri secara harfiah bereti mensucikan diri. Dalam ilmu
agama Islam, berarti mensucikan qalbu, bermunajat kepada Allah, dan
menjernihkan ruh agar dapat berhubungan langsung dengan Allah sehingga dapat
meraih pelimpahan cahaya Ilahi dan ilham. Tasawuf dalam pengertian ini telah
dikenal sejak awal islam. Ppara shahabat selalu melaksanakan munajat setiap.
Namun pada saat itu belum dikenal dengan istilah tasawuf. Istilah tasawuf baru
digunakan oleh Abu Hasyim Assufi (w. 150 H.) Setelah itu muncullah berbagai
macam pembahasan tentang tasawuf dan teori-teorinya.
Para sufi telah memamfaatkan hasil kajian para filosof,
mutakalimin, dan fuqaha. Namun perlu dicatat, bahwa para sufi mengambil porsi
pembahasan filsafat lebih banyak dari kajian bidang lain. Bahkan, para sufi pun
telah dapat dinyatakan sebagai setara dengan para fiosof[7].
Pada
perkembangan selanjutnya, terdapat dua aliran tasawuf yaitu aliran tasawuf
teoritis dan aliran tasawuf praktis. Keduanya aliran ini sangat mewarnai
diskursus penafsiran Al-Quran. Corak tafsir sufi dibagi menjadi dua macam
yaitu:
a.
Aliran Tasawuf Teoritis
Tasawuf Teoritis adalah tasawuf yang didasarkan pada hasil
pembahasan dan studi yang mendalam tentang Al-Qur’an dengan menggunakan teori-
teori mazhab yang sesuai dengan ajaran mereka yang telah bercampur dengan
filsafat[8].
Dari sebagian tokoh- tokoh tasawuf, munculah ulama yang mencurahkan
waktunya untuk meneliti, mengkaji, memahami daan mendalami Al-Qur’an dengan
sudut pandang yang sesuai dengan teori- teori tasawuf mereka. Mereka menakwilkan ayat- ayat Al-Qur’an tanpa
mengikuti cara- cara yang benar. Penjelasan mereka menyimpang dari pengertian
tekstual yang telah dikenal dan didukung oleh dalil- dalil syara’ yang terbukti
kebenarannya bila dilihat dari sudut pandang bahasa. Karena pemikiran mereka telah
di pengaruhi oleh filsafat, dan juga para sufi mengambil porsi pembahasan lebih
banyak[9].
Adz- Dzahabi
berkata: “ Kami belum mendengar seorang pun ulama tasawuf yang menyusun sebuah
kitab tafsir khusus yang menjelaskan ayat per ayat, seperti tafsir isyari. Yang
kami temukan hannyalah penafsiran- penafsiran Al-Qur’an, secara parsial yang
dinisbahkan kepada Ibn ‘Arabi pad kitab Al-Futuhat Al-Makiyah dan kitab Al-Fushush,
dari keduanya di tulis oleh Ibn ‘Arabi. Inb ‘Arabi dipandang sebagai tokoh
besar tasawuf teoritis. Ia menafsirkan Al-Qur’an dengan penafsiran yang sesuai
dengan teori-teori tasawufnya. Dan ia salah seorang penganut paham wihdatul
wujud[10].
Contoh tafsir: Al-Qur’an.surah an- nisa:1
Artinya: “ wahai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhanmu yang
telah menciptakan kamu dari seorang diri...”
Tafsirnya: “ bertaqwa kepada Tuhanmu´ialah: Jadikanlah bagian yang
tanpak dari dirimu sebagai penjaga bagi Tuhanmu, dan jadikanlah pula apa yang
tidak tanpak dari kamu, yaitu Tuhanmu, sebagai penjaga bagi dirimu. Dan
mengingat persoalan itu hannya (terdiri atas) celaan dan pujian. Karena itu,
jadilah kamu sebagai penjaga dalam celaan dan jadilah Ia sebagai penjagamu
dalam pujian, niscaya kamu menjadi orang paling beradab diseluruh alam.
Mereka berkata tentang firman Allah. Bahwa yang dimaksud dengan
dengan fir’aun adalah “ Hati” dan apa
saja yang yang melampaui batas pada setiap manusia.
Penafsiran seperti
ini dan yang serupa berusaha membawa nash- nash ayat kepada arti yang tidak
sejalan dengan arti lahirnya, dan tenggelam dalam takwil yang batil yang jauh
serta menyeret kepada kesesatan.
b.
Aliran Tasawuf Praktis
Tasawuf praktis
adalah cara hidup yang sederhana, zuhud, dan sifat meleburkan diri kedalam
ketaatan kepada Allah. Ulama aliran ini menamai karya tafsirnya dengan tafsir
isyarat (isyari), yakni menakwilkan Al-Qur’an dengan penjelasan yang berbeda
dengan kandungan tekstualnya, yakni berupa isyarat- isyarat yang dapat
ditangkap oleh mereka yang sedang menjalankan suluk (perjalanan menuju Allah) [11].
Pendapat lain
mengatakan bahwa tafsir tasawuf paktis
dalah Tafsir yang yang berusaha menafsirkan ayat- ayat Al- qur’an
berdasarkan isyarat yang tersembunyi[12]..
Para sufi
melakukan riyadhah rohani yang akan membawa mereka ke suatu tingkatan dimana ia
dapat menyaikapi isyarat- isyarat kudus yang terkandung di dalam Al-Qu’ran, dan
akan tercurah kedalam hatinya, dari limpahan gaib, pengetahuan subhani yang
dibawa ayat- ayat itu.Para sufi berpendapat bahwa ayat- ayat Al-Qur’an memiliki
makna dzahir dan makna batin. Makna
dzahir adalah apa yang mudah dipahami
oleh akal pikiran sedangkan makna batin
ialah isyarat- isyarat yang tersembunyi yang dikandung ayat- ayat Al-Qur’an yang hannya nampak bagi
ahli suluk.
Corak (laun)
penafsiran ini bukan bentuk penafsiran yang baru, melainkan telah dikenal sejak
turunnya Al-Qur’an kepada Rasul saw, dan itu di isyaratkan sendiri oleh Al-Qur’an,
selain itu Nabi juga memberitahukan kepada para shahabat[13].
Beliau besabda:
لكل اية ظهروبطن ولكل حرف حد ولكل حد مطلع
Artinya:
“ setiap ayat memeliki makna lahir dan makna batin. Setiap huruf memeliki
batasan- batasan tertentu. Dan setiap batasan memeliki tempat untuk melihatnya.
Para
shahabat pun banyak yang mengungkapkan Tafsir Isyarat ini. Dengan
demikian, corak tafsir ini sebagaimana Tafsir Bil matsur sudah ada sejak
dahulu.
E. Syarat- syarat Tafsir Tasawuf
Tafsir Sufistik baru dapat diterima jika
memenuhi syarat- syarat berikut ini[14].
1.
Tidak
menafikan atau makna lahir (pengetahuan tekstual) Al-Qur’an.
2.
Penafsiran
yang diperkuat oleh dalil syara’ yang lain.
3.
Penafsiran
tidak bertentangan dengan dalil syara’ dan rasio.
4.
Penafsirannya
tidak mengakui hannya penafsirannya (batin) itulah yang dikehendaki Allah,
bukan pengertian tekstualnya. Sebalaiknya, ia harus mengakui pengertian tekstual
ayat terlebih dahulu.
5.
Takwilnya
tidak jauh dengan semestinya.
Syarat ini adalah untuk
boleh menerimanya, bukan syarat untuk wajib menerimanya karena suatu maknanya
yang tidak berlawanan dengan makna dhahir Al-Qur’an dan dikuatkan pula oleh
suatu dalil, tidak harus kita menolaknya. Namun demikian,
kita tidak diwajibkan mengikutinya lantaran makna- makna yang demikian adalah
makna yang diperoleh dari bukan dari ketentuan yang ditetapkan.
F. Ilmu-Ilmu Yang diperlukan oleh Mufassir
Dalam menafsirkan Al-Qur’an, disamping dia seorang sufi, dia juga
harus memiliki beberapa ilmu-ilmu yang lain diantaranya:
1.
Lughat
Arabiyah: dengan ilmu ini dapat diketahui syarat kata-kata tunggal.
2.
Gramatika
bahasa Arab: yaitu undang-undang atau aturan-aturan baik mengenai kata-kata
tungal maupun tarkib-tarkibnya.
3.
Ilmu
Ma’ni, Bayan dan Badi’. Dengan ilmu Ma’ni diketahui khasiat-khasiat susunan
pembicaraan dari segi memberi pengertian. Ilmu Bayan dapat mengetahui
khaasiat-khasian susunan perkataan yang berlainan. Dan dengan ilmu Bani’ dapat
diketahui jalan-jalan kendala pembicaraan.
4.
Mengetahui
Ijmal, Tabyin, Umum, Khushush, Itlaq, Taqyid, petunjuk suruhan dan petunjuk
larangan dan yang sepertinya.
5.
Ilmu
kalam
6.
Ilmu
qira’at[15]
G.
Kelebihan dan Kekurangan
a.
Kelebihan
1.
Tafsir
tasawuf mengungkapkan makna lahir dan zhahir dari Al-Qur’an[16].
2.
Tafsir
tasawuf lebih fokus pada ayat-ayat tentang akhlak.
3.
Mengungkapkan
isyarat-isyarat yang terdapat dalam ayat-ayat Al-Qur’an[17].
4.
Penafsirannya
diperkuatkan oleh dalil-dalil yang lain.
b.
Kekurangan
1.
Makna
dari penakwilannya yang membingungkan[18].
2.
Takwilnya
jauh dari yang semestinya
3.
Pengambilan
makna batiniyah sering kali mengabikan kaedah-kaedah penafsiran yang telah
ditetapkan.
4.
Tafsir
tasawuf tidak berkembang seperti tafsir lainnya.
5.
Para
penafsir dapat terjebak dalam penafsiran yang sesat[19].
6.
Penafsiran
ayat-ayat Al-Qur’an telah bercampur dengan teori-teori filsafat.
H.
Penyebab Tafsir Tasawuf tidak Berkembang
Tafsir Taswuf adalah tafsir
yang berusaha menjelaskan makna ayat- ayat Al- Qur’an
dari segi esoterik atau berdasarkan isyarat- isyarat yang tersirat yang nampak
oleh sufi dalam suluknya. Maka banyak orang- orang yang merasa berat untuk menerimanya, dan menyebabkan tafsir tasawuf tidak dapat berkembang seperti
tafsir lainnya. Ada beberapa alasan mengapa mereka menolak tafst tasawuf:
1. Mereka khawatir, dengan mengambil makna bathiniah saja, tafsir sufi
mengabaikan makna lahiriah. Akibatnya, syariat dilecehkan atau ditingalkan sama
sekali. Karena menerima takwil dengan mengabaikan tanzil.
2. Pengambilan makna bathiniah sering kali mengabaikan kaedah-kaedah hukum
Bahasa Arab. Maksudnya, makna bathiniah yang didapatkan dari pengalaman
ruhaniyah, biasanya bertentangan dengan kaedah-kaedah Bahasa Arab yang
digunakan untuk menafsirkan Al-Qur’an secara lahir dan pengalaman ruhaniyah
pada Al-Qur’an sangat supra irasional sehingga sulit untuk diverifikasi.
3. Tafsir sufi dicurigai karena tasawuf dianggap menyimpang dari Al-Qur’an dan Sunnah, atau lebih buruk lagi sebagai ajaran kaum musyrikin
yang ingin dimasukkan kedalam ajaran agama islam.
I.
Tokoh- Tokoh Tafsir Sufi
Ada
beberapa tokoh tafsir sufi yan terkenal, yaitu:
1.
Ibn ‘Arabi
(1165-1240 M)
2.
Ibrahim
Ibnu Adham (777 M)
3.
Harist
Mubasyi (781-857 M)
4.
‘Abd
Al-Qadir Al-Jilani (1077-1166 M)
5.
Abu
Hamid Muhammad Al-Ghazali (1059-1111 M)
6.
Dzu
An-Nun Al-Misri (701-859 M)[20]
J.
Kitab- Kitab Tafsir sufi yang terkenal:
b.
Haqq’iq
At- Tafsir, karya Al- Allamah As-Sulami(w.412 h).
c.
Arais
Al- Bayan fi Haqa’iq Al-quran, karya Imam Asy-Syirazi(w. 283 h).
d.
Al-
Ta’wilatal- Najmiyah, karya ImamNajmudin Dayah.
BAB III
KESIMPULAN
1.
Corak
adalah Kecenderungan para Mufassirin dalam menafsirkan ayat- ayat Al- quran sesuai dengan keilmuan yang dia
miliki.
2.
Corak
Tafsir Tasawuf adalah tafsir yang
berusaha menjelaskan makna ayat- ayat Al-Qur’an dari segi esoterik atau
berdasarkan isyarat- isyarat yang tersirat yang nampak oleh sufi dalam
suluknya.
3.
Tafsif
Tasawuf di bagi pada dua aliran: Aliran taswuf teoritis dan aliran taswuf praktis.
4.
Tafsir
tasawuf tidak berkembang seperti tafsir- tafsir lainnya, dikarenakan banyak
orang-orang yang khawatir akan tafsir sufi.
5.
Kita
tidak diwajibkan mengikuti tafsir sufi, karena tafsir sufi tidak menggunakan
kaedah-kaedah yang telah ditetapkan para ulama dalam menafairkan Al-Qur’an. Dan
juga tafsir sufi, penafsirannya didapatkan melalui isyarat- isyarat yang
didapatkan melalui suluk.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Syurbasyi, Study
tentang Sejarah Perkembangan Tafsir Al-Qur’an Al- Karim. Jakarta: Kalam
mulia, cet 1. 1999
Badri Khairuman ,Sejarah Perkembangan Tafsir Al-Qur’an, Bandung:
Pustaka Setia,2007
Hasby Ash- Shiddieqy, Ilmu- Ilmu Al- Qur’an” Ilmu- Ilmu pokok
dalam menafsirkan Al-Qur’an, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2002
Jamaluddin
Rakhmat, Tafsir Sufi Al-Fatihah Bandung: Pt. Remaja Rosda Kaarya, t.t
Juhaya S.Praja, Tafsir Hikmah, Seputar, Ibadah, Mu’amalah,
Jin dan Manusia, Bandung: Pt. Remaja Rosdakarya, 2000
Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesiadan Hermeneutika hingga
Ideologi, Jakarta Selatan: Teraja, 2003
Manna’
Khalil al- Qattan, terj oleh. Muzdakir. Studi
Ilmu- Ilmu Al- Qur’an. Bogor: Pustaka
litera Antar Nusa, 2004
Muhammad Yunus, Kamus Arab-Indonesia, Jakarta: Pt. Hidakarya
Agung, 1989
Muhammad Zaki Ibrahim, Tasawuf
Hitam Putih, tt. Tiga Serangkai, 2004
M. Karman, Ulumul Qur’an, Bandung: Pustaka Islamika, 2002
Rosihon
Anwar, Ilmu Tafsir, Bandung: Pustaka Setia, 2005
Suryan
A. Jamrah, Metode Tafsir Maudh’y, Suatu Pengantar, Jakarta: Pt. Raja
Grafifindo,1994
[1]
Muhammad Yunus, Kamus Arab- Indonesia( jakarta: Pt.Hidakarya Agung,
1989).
[2]
Muhammad Yunus, Kamus Arab- Indonesia( jakarta: Pt.Hidakarya Agung,
1989)
[3]
Muhammad Zaki Ibrahim, Tasawuf Hitam putih(tt. Tiga
Serangkai,2004).hlm.3
[4]
Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia dari Hermeneutika hingga Idiologi,cet.1.
(Jakarta Selatan: Teraja,2003)hlm.244-245
[5]
Ahmad Syurbasyi, Study tentang Sejarah
Perkembangan Tafsir Al- quran Al- karim, cet.1. (Jakarta: Kalam Mulia,1999)
hal.234
[6]
M. Karman, Ulumul Qur’an,(Bandung, Pustaka Islamika: 2002) hlm.309
[7]
Juhaya S.Praja, Tafsir Hikmah (Seputar Ibadah, Mu’amalah, Jin dan
Manusia, (Bandung: PT.Remaja Rosdakarya,2000)Hlm. 15
[8]
Ahmad Syurbasyi, Study tentang
Sejarah Perkembangan Tafsir Al-Qur’an Al- karim, cet.1. (Jakarta: kalam
mulia,1999) hal.234
[9]
Ahmad Syurbasyi, Study tentang Sejarah
perkembangan tafsir Al- quran Al- karim,cet.1. (jakarta: kalam mulia,1999)
hal.234
[10]
Manna’ Khalil al- Qattan, dtrjh oleh. Muzdakir.
Studi Ilmu- Ilmu Al- Qur’an (Bogor: Pustaka litera Antar Nusa, 2004) hlm.494
[11]
Manna’ Khalil al- Qattan, dtrjh oleh. Muzdakir.
Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an (Bogor: Pustaka litera Antar Nusa, 2004) hlm.494
[12]
Manna’ Khalil al- Qattan, dtrjh oleh. Muzdakir.
Studi Ilmu- Ilmu Al- Qur’an (Bogor: Pustaka litera Antar Nusa, 2004) hlm.494
[14]
Habby Ash- Shiddieqy, Ilmu- Ilmu Al- Qura’n” Ilmu-Ilmu Pokok dalam
Menafsirkan Al- Qur’an ‘’(Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2002) hlm. 256
[15]
Hassby Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, cet.3.(
Semarang, Pustaka Riski Putra) hlm.183-184
[18]
Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia dari Hermeneutika hingga Idiologi,
cet.1. (Jakarta Selatan: Teraja,2003)hlm.244-245
[19]
Manna’ Khalil al- Qattan, dtrjh oleh. Muzdakir.
Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an (Bogor: Pustaka litera Antar Nusa, 2004) hlm.494
[20]
Badri Khairuman, Sejarah Perkembangan Tafsir Al-Qur’an, (Bandung:
Pustaka Setia,2007) hal.140-141
[21] Juhaya S.Praja, Tafsir Hikmah (Seputar
Ibadah, Mu’amalah, Jin dan Manusia, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,2000) hlm.
15
tafsir sufi akan sangat sulit dipahami dan membingungkan bagi mereka yang memang masih bodoh ( masih mengikuti hawa nafsunya )..
BalasHapussaya analogikan seperti sebuah perjalanan...anda mau ke Jakarta tapi anda belum tahu Jakarta itu dimana lewat mana ,naik apa supaya sampai ke Jakarta. maka anda bertanya pada yang sudah kejakarta dimulai dari awal sampai ketujuan ( Jakarta ) dan si pemberitahu tadi memceritakan Jakarta itu banyak jalan banyak gedung dan ramai sekali...anda yang belum ke Jakarta pasti tambah bingung dikarenakan anda belum kejakarta.