PENDAHULUAN
Hadits menurut
Muhadditsin adalah segala sesuatu yang berasal dari Nabi Muhammad s.a.w. baik
itu risalah maupun non risalah, baik sebelum maupun sesudah menjadi Rasul.
Berlalunya waktu menumbuhkan kesadaran umat Islam untuk meriwayatkan hadits
tersebut sekaligus menuliskannya dalam lembaran-lembaran yang kemudian para
Ulama menyusun setiap lembaran tersebut sehingga menjadilah sebuah bentuk buku
atau kitab.
Ketika seseorang
menemukan potongan hadits, – katakanlah ia menemukan pada lembaran yang
tercecer – untuk membuktikan keotentikan sebuah hadits tersebut ia perlu
membuka kitab kamus hadits untuk mengetahui di mana terletak hadits itu dan apakah
ia benar-benar hadits ataukah bukan.
Berbicara
masalah kitab-kitab kamus hadits maka tidak terlepas perbincangannya dari segi
keberanekaragaman model penulisannya dengan cara penggunaan yang berbeda-beda.
Namun demikian di sana juga terdapat sisi kesamaan dari segi fungsi dan
kedudukannya.
Oleh
karena demikian, pemakalah ingin mengupas satu persatu yang menjadi objek
kajian makalah ini yaitu tentang bentuk penulisan, cara penggunaan, kedudukan
serta fungsi kitab-kitab kamus hadits yang pemakalah ambil sampel beberapa kitab
kamus hadits saja. Untuk itu mari kita melihat pembahasannya pada bab berikutnya.
BAB II
KITAB-KITAB
KAMUS HADITS
Kitab-kitab
kamus hadits adalah kitab-kitab yang mencantumkan segala lafal hadits dan atau
sanad-sanad hadits. Kitab-kitab kamus hadits terbagi kepada dua jenis. Jenis
yang pertama kitab kamus hadits yang mencantumkan segala lafal hadits yang di-masdar-kan
dan jenis yang kedua kitab kamus hadits yang mencantumkan dan menguraikan
biografi sanad hadits.
Kitab-kitab
kamus hadits jenis yang pertama misalnya seperti kitab al-Mu`jam al-Mufahras Li
Alfadz al-Hadits al-Nabawi karangan A. J. Wensinck (w. 1939 M) dan J. P. Mensing[1],
dan lain-lain. Sedangkan kitab-kitab kamus hadits jenis yang kedua misalnya
seperti Tahdzib al-Kamal karangan al-Mizzi[2],
Siyaru A`lam al-Nubula’ karangan al-Dzahabi[3],
dan lain-lain.
Dari
contoh kitab-kitab kamus hadits tersebut pemakalah ingin mengajak para pembaca
untuk melihat lebih lanjut tentang model penulisan, cara penggunaan, kedudukan
serta fungsi dari contoh kitab-kitab kamus hadits tersebut sebagai berikut.
Model Penulisan
a. Kitab
al-Mu`jam al-Mufahras Li Alfadz al-Hadits al-Nabawi.
Kitab ini berisikan
semua lafal (kosa kata) hadits yang disusun berdasarkan huruf hijaiyah yang
telah di-masdar-kan dan itu dijadikan sebagai kata kunci dalam pencarian
hadits yang dimaksud. Setelah di-masdar-kan barulah diuraikan di
bawahnya yang dimulai dengan fiil madhi, kemudian fiil mudhari` dan seterusnya
sesuai dengan susunan kitab Sharaf. Namun ada juga kosa kata yang digabungkan dengan kata lain yang tidak bisa di-Tashrif misalnya
seperti kata صلو digabungkan dengan
kata من
dan كم maka menjadi من
صلاتكم. Tetapi itu
masih di bawah penjelasan kata صلو. Setelah menjadi من
صلاتكم barulah dicantumkan
potongan hadits yang berkenaan dengan kata-kata tersebut dan dijelaskan pula
hadits tersebut terdapat dalam kitab apa saja.
Ketika dijelaskan, di
samping potongan hadits tersebut terdapat kode-kode nama kitab serta dicantumkan
pula tema pembahasan masalah (bab) dan nomornya (sub babnya). Dalam kitab ini yang
dijadikan sebagai rujukan kitab hadits primernya adalah 9 kitab hadits yang
dikenal dengan Kutub al-Tis`ah yang diberikan kode masing-masing kitab dengan
huruf hijaiyah yang relevan dengan nama kitab atau hanya simbol. Misalnya خ ditujukan untuk kitab Shahih
Bukhari, حم ditujukan untuk kitab Musnad Ahmad bin Hanbal, جه
ditujukan untuk kitab Sunan Ibnu Majah, ت ditujukan untuk kitab Sunan
al-Tirmidzi, ن ditujukan untuk kitab Sunan al-Nasa’i, م ditujukan
untuk kitab Shahih Muslim, ط ditujukan untuk kitab al-Muwaththa’ Imam Malik, دى ditujukan untuk kitab Sunan
al-Darimi dan د ditujukan untuk kitab Sunan Abu Daud.
Sebagai contoh kosa
kata yang tercantum dalam kitab ini bisa dilihat sebagai berikut.
Kata kuncinya : على صلوة
Potongan haditsnya : أن لا تُغْلَبُوا
على صلوةٍ قبلَ طُلُوعِ الشمسِ
Hadits lengkapnya
yaitu :
(547) ـ حدّثنا الحُمَيدِيُّ قال: حدَّثَنا مَروانُ بنُ مُعاوِيةَ
قال: حدَّثَنا إِسماعيلُ عن قيس عن جَريرٍ قال: كنّا عِنْدَ النبيِّ صلى الله عليه
وسلّم فنظرَ إلى القمر لَيلةً ـ يَعني البدرَ ـ فقال: إنكم سترونَ ربَّكم كما ترونَ
هذا القمرَ، لا تُضَامُونَ في رُؤْيتهِ، فإنِ استَطعْتم أن لا تُغْلَبُوا على صلاةٍ
قبلَ طُلُوعِ الشمسِ وقبلَ غُروبِها فافعَلوا. ثم قرأ: {وسَبِّحْ بحمدِ ربِّكَ قبلَ
طلوعِ الشمسِ وقبلَ الغُرُوب} (ق: 93) قال إِسماعيلُ: افْعَلُوا، لا تَفوتنَّكم.[5]
b. Kitab
Tahdzib al-Kamal.
Kitab ini
tercantum nama dan biografi semua para perawi hadits baik perawi lelaki maupun
perawi perempuan yang disusun berdasarkan huruf hijaiyah dengan permulaan nama
yang berhuruf “alif”, misalnya seperti “alif” dengan “alif”, “alif” dengan
“ba”, “alif” dengan “ta” dan seterusnya sampai dengan “alif” dengan “ya”. Juga
nama yang diawali dengan huruf “ba” sampai dengan huruf “ya” juga disusun
seperti huruf “alif”. Namun kitab ini nama “Ahmad” tertera pada urutan pertama
dan selanjutnya disusul oleh nama yang berhuruf “alif” dengan “ba” dan
seterusnya.
Jika dilihat
kepada daftar isi kitab ini akan ditemukan pembahasan sebagai berikut.
a. Bab
“Alif” sampai dengan “Ya”.
b. Kitab
Kuniy.
c. Fasal
orang yang terkenal dengan penisbatan.
d. Fasal
orang yang mempunyai Laqab.
e. Fasal
orang yang samar-samar.
f. Kitab
Nisa’.
g. Bab
Kuniy dari Kitab Nisa’.
Namun
demikian, poin C, D dan G susunan nama para perawi tidak beraturan seperti poin
yang lain atau dengan kata lain acak-acak.
c. Kitab
Siyaru A`lam al-Nubula’.
Kitab ini juga
membahas tentang Rijal al-Hadits. Kendatipun demikian agak sedikit berbeda gaya
penulisannya dengan kitab sebelumnya. Disusun nama para perawi hadits
berdasarkan Thabaqat masing-masing. Namun pada pembahasan pertama yang dibahas
dalam kitab ini adalah sejarah kehidupan Nabi Muhammad s.a.w., disusuli dengan
sejarah Shahabat yang empat, barulah kemudian diikuti dengan nama-nama perawi
hadits berdasarkan Thabaqat masing-masing.
Bila
dilihat dari daftar isinya maka akan ditemukan bahwa Thabaqat para perawi
adalah 35 thabaqat.
Cara Penggunaan
Berdasarkan
pengamatan pemakalah, maka pemakalah ingin menguraikan tentang cara penggunaan
kitab-kitab kamus hadits yang pemakalah bahas sebelumnya satu persatu.
a. Kitab
al-Mu`jam al-Mufahras Li Alfadz al-Hadits al-Nabawi.
Kitab
ini menyusun lafal (kosa kata) hadits berdasarkan huruf hijaiyah. Maka
penggunaan kitab ini dalam men-takhrij sebuah hadits seseorang harus
mengetahui terlebih dahulu mashdar (kata dasar) dari kosa kata tersebut.
Setelah itu ia membuka kitab ini dan mencari kosa kata tersebut dalam
pembahasan mashdar-nya. Kemudian setelah mendapatkan hadits yang
dimaksud ia juga harus mengetahui tentang kode-kode yang ada di dalam kitab ini[6].
Barulah ia melihat kepada kitab hadits primer[7]
untuk mendapatkan hadits yang lengkap matan dan sanad.
b. Kitab
Tahdzib al-Kamal.
Cara
penggunaan kitab ini sangat mudah. Hanya dengan mengetahui huruf awal nama
perawi, seseorang ketika membuka kitab ini akan mudah mengetahui sejarah
kehidupan perawi tersebut. Untuk memudahkan dalam pencarian nama perawi yang
dimaksud, langkah awal yang perlu dilakukan adalah melihat daftar isi kitab
ini. Kemudian langkah selanjutnya membuka halaman yang bernomor seperti yang
dikodekan pada halaman daftar isi dan langsung bisa dibaca seluk-beluk perawi
yang diketahui. Begitulah
langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam hal ini. Karena kitab ini menyusun
nama-nama perawi hadits berdasarkan huruf hijaiyah dan itu sangat mudah untuk
dilacak.
c. Kitab
Siyaru A`lam al-Nubula’.
Kitab ini
menyusun nama para perawi hadits berdasarkan thabaqat perawi masing-masing. Langkah
awal dalam melihat biografi seorang perawi, seseorang terlebih dahulu
mengetahui perawi tersebut berada pada thabaqat berapa. Cara mengetahui seorang perawi berada pada
thabaqat tertentu, seseorang bisa melihat pada sanad hadits yang lengkap pada
suatu hadits. Sebagai contoh, mari kita lihat pada sanad berikut.
حدّثنا الحُمَيدِيُّ قال: حدَّثَنا مَروانُ بنُ مُعاوِيةَ قال:
حدَّثَنا إِسماعيلُ عن قيس عن جَريرٍ قال: كنّا عِنْدَ النبيِّ صلى الله عليه وسلّم...
Yang paling dekat dengan Nabi dalam sanad hadits ini
adalah Jarir, kemudian setelahnya Qais dan seterusnya. Yang menjadi thabaqat
pertama adalah Jarir karena dia adalah shahabat yang hidup semasa dan berjumpa
dengan Rasul s.a.w. Setelah shahabat, mereka yang tidak berjumpa dengan Rasul
atau mereka berjumpa dengan Rasul namun masih kecil dan belum paham pembicaraan
orang maka mereka dinamakan tabi`in dan tabi`in ini berada pada thabaqat yang
kedua. Dan seterusnya.
Kedudukan dan Fungsi
Dua pembahasan
di atas yakni model penulisan dan cara penggunaan menjadi titik perbedaan di
antara ketiga kitab tersebut. Namun demikian, pada pembahasan ini menjadi titik
persamaannya.
Di
dalam pembahasan kitab-kitab hadits, kitab-kitab kamus hadits menduduki posisi
yang ketiga setelah posisi pertama kitab Primer dan posisi kedua kitab Sekunder[8].
Kitab-kitab kamus hadits ini juga disebut dengan kitab alat yang membantu memudahkan
seseorang dalam pencarian hadits lengkap baik matan maupun sanad. Di samping
itu, kitab-kitab ini juga memudahkan seseorang dalam pencarian kualitas sanad.
Dan yang paling penting adalah memudahkan seseorang dalam pentakhrijan hadits.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan
uraian terdahulu maka dapat kita mengambil kesimpulan bahwa kitab-kitab kamus
hadits sangat diperlukan dalam pentakhrijan sebuah hadits. Di samping itu
kitab-kitab kamus hadits juga dinamakan dengan kitab alat yang tidak kalah
pentingnya dalam pembahasan kitab-kitab hadits.
Model
penulisan dan cara penggunaan ketiga kitab kamus hadits tersebut berbeda-beda.
Namun demikian, kedudukan dan fungsinya sama dari segi sama-sama kitab alat yang
membantu memudahkan seseorang dalam pentakhrijan dan pentahqikan hadits.
DAFTAR PUSTAKA
A. J. Wensinck dan J. P. Mensing,
al-Mu`jam al-Mufahras Li Alfadz al-Hadits al-Nabawi, (Leiden: E. J. Brill, 1955).
Al-Bukhari,
Shahih al-Bukhari, (Beirut: Dar Ihya’u al-Tirats al-`Arabiy, t.th.).
Al-Dzahabi,
Siyaru A`lam al-Nubula, (Beirut: Dar al-Fikri, 1997).
Yusuf bin al-Zaki `Abdurrahman al-Hujjaj
al-Mizzi, Tahdzib al-Kamal, (Beirut: Mu’assasah, 1980), cet. I.
[1] A.
J. Wensinck dan J. P. Mensing, al-Mu`jam al-Mufahras Li Alfadz al-Hadits
al-Nabawi, (Leiden: E. J. Brill, 1955).
[2] Yusuf
bin al-Zaki `Abdurrahman al-Hujjaj al-Mizzi, Tahdzib al-Kamal, (Beirut:
Mu’assasah, 1980), cet. I.
[3] Al-Dzahabi,
Siyaru A`lam al-Nubula, (Beirut: Dar al-Fikri, 1997).
[4] A.
J. Wensinck dan J. P. Mensing, al-Mu`jam al-Mufahras Li Alfadz al-Hadits al-Nabawi,…,
Juz III, hlm. 497.
[5] Al-Bukhari,
Shahih al-Bukhari, (Beirut: Dar Ihya’u al-Tirats al-`Arabiy, t.th.), Juz II hlm.
202.
[6] Lihat
pembahasan model penulisan Kitab al-Mu`jam al-Mufahras Li Alfadz al-Hadits
al-Nabawi.
[7]
Kitab Primer adalah kitab yang berisikan hadits yang lengkap baik matan maupun
sanadnya yang pengarang kitab tersebut meriwayatkan hadits dengan jalur
sanadnya sendiri tanpa mengambil hadits dari kitab orang lain walaupun hanya
satu hadits. Kitab-kitab ini di antaranya Kutub al-Sit`ah (kitab yang
sembilan), yaitu Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Daud, Sunan
al-Tirmidzi, Sunan al-Nsa’I, Sunan Ibnu Majah, Sunan al-Darimi, Muwaththa’ Imam
Malik dan Musnad Ahmad bin Hanbal, dan lain-lain.
[8] Kitab
Sekunder adalah kitab yang berisikan hadits yang lengkap baik matan maupun
sanadnya ataupun tidak, yang pengarang kitab tersebut mengambil hadits dari
kitab primer untuk menjelaskan maksud dari hadits tersebut tanpa meriwayatkan
hadits. Kitab-kitab ini di antaranya adalah kitab Fathul Baariy Syarah Shahih
al-Bukhari, Syarah al-Nawawi `Ala Shahih Muslim, `Aunu al-Ma`bud `Ala Syarh
Sunan Abi Daud, dan lain-lain.
Tidak ada komentar: