A. Biografi Imam Ahmad bin Muhammad bin Hanbal
1. Riwayat Hidup
Nama lengkap Imam Ahmad adalah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin
Hilal bin Asad bin Idris bin Abdullah bin Hayyan bin Abdullah bin Anas bin Auf
bin Qasith bin Mazin bin Syaiban bin Dzuhl bin Tsa’labah bin Ukabah bin Sha’b
bin Ali bin Bakar bin Wa’il, Imam Abu Abdillah al-Syaibani.[1] Beliau
dilahirkan di Baghdad pada bulan Rabi’ul Awal tahun 164 Hijriah (750 M).[2]
Ayahnya
bernama Muhammad, dan ibunya bernama Shafiyah binti Maimunah binti Abdul Malik
al-Syaibai.
Dengan kata lain, beliau keturunan Arab dari suku Bani
Syaiban, sehingga diberi lakab al-Syaibani. Ketika Ahmad masih kecil, ayahnya berpulang
ke rahmatullah dengan hanya meninggalkan harta pas-pasan untuk menghidupi
keluarganya. Dan semenjak ayahnya meninggal, sang ibu tidak menikah lagi,
meskipun ia masih muda dan banyak lelaki yang melamarnya. Hal itu dilakukan
dengan tujuan agar ia bisa memfokuskan perhatian kepada Ahmad sehingga bisa
tumbuh sebagaimana yang ia harabkan.[3]
Imam Ahmad hidup sebagai seorang yang rendah dan
miskin, karena bapaknya tidak meninggalkan warisan padanya selain dari sebuah
rumah yang kecil yang didiaminya, dan sedikit tanah yang sangat kecil
penghasilannya. Oleh karena itu beliau menempuh kehidupan yang susah beberapa
lama sehingga beliau terpaksa bekerja untuk mencari kebutuhan hidup.[4]
Pada usia menjelang
dewasa, ia menyaksikan keanehan di dunia sekitarnya. Pada masa itu, bidah menenggelamkan
sunah, orang berilmu dipersukar hidupnya oleh orang-orang yang bodoh, banyak
orang menimbun emas dan perak tetapi tidak mengerti bagaimana menginfakkannya.
Bersamaan dengan itu, banyak pria dan wanita terbenam di dalam lumpur kenistaan
hanya karena ingin memperoleh kehidupan yang lebih baik atau hanya ingin mendapatkan
makanan yang cukup. Semua itu mewarnai kehidupan yang penuh kemunafikan dan
dosa.[5]
Demikianlah
dunia yang disaksikan oleh seorang pemuda, Ahmad ibn Hanbal, pemuda yang sejak
kecil sudah dapat menghafal Alquran, sudah biasa mempelajari dan memikirkan
ketentuan-ketentuan hukum yang terdapat di dalamnya. Bahkan sejak kecil, ia pun
sudah belajar dan mempelajari ilmu hadis. Menyaksikan kenyataan-kenyataan
seperti di atas, ia tidak dapat bersikap lain kecuali menyatakan kecaman dan
celaan secara terang-terangan. Semua kenyataan buruk yang disaksikannya itu
disebutnya sebagai bidah. Ia berjanji pada dirinya sendiri, ia akan berjuang
menentangnya demi tercapainya tujuan menegakkan kembali Sunah Rasulullah saw.
di dalam kehidupan umat.[6]
Imam Ahmad adalah salah seorang tokoh
terkemuka dalam sejarah Islam yang menguasai ilmu hadis sekaligus hukum. Semangat pembelaannya terhadap Islam sangat tinggi. Karena menentang dan
otoritas religiusnya, ia dipenjarakan lama dan diperlakukan dengan buruk oleh
penguasa, tapi ia tak pernah menyerah mempertahankan keyakinannya.[7]
Imam Ahmad berpulang
ke rahmatullah pada hari Jumat 241 H (855 M) di usia 77 tahun.[8] Beliau
meninggal di Baghdad dan dikebumikan di Marwaz. Sebagian ulama menerangkan bahwa
disaat meninggalnya, jenazah Imam Ahmad diantar oleh sekitar 800.000 orang
laki-laki dan 60.000 orang perempuan dan suatu kejadian yang menakjubkan saat
itu pula 20.000 orang dari kaum Nasrani, Yahudi dan Majusi masuk agama Islam.[9] Dan
beliau meninggalkan dua orang putera yang terkenal dalam bidang hadis yaitu
Shalih dan Abdullah.[10]
2. Riwayat
Pendidikan
Imam Ahmad bin
Hanbal merupakan sosok ulama yang memiliki keyakinan yang kuat terhadap
dasar-dasar agama. Peranan utama yang sangat patut diberi penghargaan kepadanya
adalah dalam hadis dan bidang fikih.
Dua bidang ini ia kuasai dengan baik, sehingga dalam kalangan ulama fikih ia
diposisikan sebagai pendiri mazhab Hanbali yang mempunyai pengikut di berbagai
dunia Islam. Sementara para ulama muhaddisin menempatkannya sebagai ulama hadis
yang telah memberikan kontribusi terutama dalam menyelamatkan hadis dari pemalsuan
dan kepunahannya.[11]
Imam Ahmad sejak
kecil sudah disekolahkan kepada seorang ahli qira’at. Ia sudah dapat
menghafalkan Alquran di umurnya yang masih muda. Sejak usia enam belas tahun
Ahmad juga belajar hadis untuk pertama kalinya kepada Abu Yusuf, seorang ahl
al-ra’yi dan salah satu sahabat Abu Hanifah. Tahun 183 H Ahmad ibn Hanbal
pergi ke beberapa kota dalam rangka mencari ilmu. Dia pergi ke Kuffah pada
tahun 183 H, kemudian ke Bashrah pada tahun 186 H, ke Makkah pada tahun 187 H,
dilanjutkan ke Madinah, Yaman pada tahun 197 H dan terakhir ke Mesapotamia.
Selama perjalanannya, Imam Ahmad memusatkan perhatiannya untuk mencari hadis.[12]
Imam Ahmad sangat mencintai hadis Nabi,
sehingga beliau tidak segan-segan melakukan perjalanan-perjalanan yang jauh
untuk mencari hadis. Beliau tidak memperdulikan penderitaan yang akan
dialaminya dalam mencapai maksud tersebut. Di samping itu ia sangat membenci
orang-orang yang mengakui muslim tetapi perbuatannya banyak menyalahi sunah
Nabi. Dari kota Baghdad beliau mulai mencurahkan perhatiannya untuk belajar dan
mencari hadis sekhidmat-khidmatnya, sejak ia berumur 16 tahun (179 H).[13]
Kondisi kehidupan yang sejak awal sederhana dan
pas-pasan, menjadi salah satu pendorong bagi Ahmad untuk belajar
sungguh-sungguh. Beliau mempunyai keinginan untuk bisa segera mengurangi beban
sang ibu. Di sisi lain pada masa hidupnya, terutama selama di Baghdad, Imam
Ahmad hidup sebagaimana layaknya rakyat jelata, tinggal di tengah-tengah mereka
dan merasakan penderitaan, luka dan duka cita mereka. Beliau juga melihat
banyaknya bidah yang tersebar di masyarakat. Hal itu pulalah yang mendorong
Ahmad untuk pergi ke berbagai wilayah mencari hadis.[14]
Imam
Ahmad dapat menghafal hadis
satu juta hadis sepanjang hidupnya. Ia
juga salah seorang pelopor dalam sejarah Islam yang mengkombinasikan antara
ilmu hadis dan fikih. Namun
kiranya belumlah cukup ilmu-ilmu yang didapatnya dari ulama-ulama Baghdad ini
sehingga ia harus berkirim surat kepada ulama-ulama hadis di beberapa negeri,
untuk kepentingan yang sama, yang kemudian diikuti dengan perantauannya ke kota
Mekkah, Madinah, Syam, Yaman, Bashrah dan lain-lain, sehingga banyak pengetahuannya
tentang atsar sahabat dan tabi’in.[15]
Ahmad
memiliki sifat berhati-hati dalam masalah haram dan memiliki memori daya ingat
yang sempurna. Abu Zur’ah berkomentar tentang hapalan dan daya ingatnya yang
sangat tinggi itu, bahwa Imam Ahmad hapal 1.000.000 buah hadis. Oleh karena
itu, beliau dipanggil sebagai Amir al-Mu’minin
fi al-Hadits. Ibnu
Hibban juga mengatakan, bahwa Imam Ahmad adalah seorang ahli fikih, hafizh, dan
teguh pendiriannya.[16]
Ia menjadi tokoh ulama yang bertakwa, saleh, dan zuhud. Imam Syafi’i juga mengatakan
tentang Imam Ahmad, setelah saya keluar dari Baghdad tidak ada orang yang saya
tinggalkan di sana yang lebih terpuji, lebih saleh, dan lebih berilmu daripada
Ahmad ibn Hanbal.[17]
Imam Ahmad ibn
Hanbal mendapatkan guru hadis kenamaan, antara lain: Hasyim, Sufyan ibn Uyainah, Ibrahim ibn Sa’ad, Jarir
bin ‘Abd al-Hamid, Yahya ibn Qathan, Imam Syafi’i, Waqi’, Abu Daud al-Tayalisi,
dan Abdurrahman ibn al- Mahdy dan masih banyak yang lainnya.[18] Adapun
ulama-ulama besar yang pernah mengambil ilmu darinya antara lain, Imam Bukhari,
Muslim, Abu Daud, Abu Zar’ah, Yahya bin Adam, Abdul Rahman bin Mahdi, Yazid bin
Harun, al-Razi, al-Damasyqi, Ibrahim al-Harbi, Abu Bakr Ahmad bin Hani’ al-Ta’ie,
al-Athram, Muhammad bin Ishak al-Shagani, Ibn Abi al-Dunya dan Ahmad ibn Abi
al-Harawimy, Waki’ bin al-Jarrah, Ibnu Mahdi, Abul Walid, Abdur Razzaq, Yahya
ibn Ma’in, Ali ibn al-Madiny dan al-Husai ibn Manshur.[19]
Keahlian Ahmad Ibn Hanbal dalam ilmu hadis
tidak diragukan lagi, sehinnga banyak ulama yang berguru padanya. Menurut
pengakuan putra sulungnya, Abdullah bin Ahmad, Imam Ahmad hafal hingga 700.000
hadis diluar kepala. Tidak hanya itu, Imam Ahmad juga dikenal sebagai ahli
ibadah dan ahli derma.[20]
3. Karya-karyanya
Imam Ahmad tergolong ilmuwan yang
produktif. Ia banyak menulis kitab di antaranya:
Al-Tafsir, al-Nasikh
wa al-Mansukh, al-Tarikh, Hadis Syu’bah, al-Muqaddam wa al-Mu’ akkhar fi al-Qur’an,
Fawabah al-Qur’an, al-Munasik al-Kabir, al-Manasik al-Shaghir, al-Illal, al-Manasik,
al-Zuhd, al-Iman, al-Masa’il, al-Asyribah, al-Fadha’il, Tha’ah al-Rasul, al-Fara’idh,
al-Radd ala al-Fahmiyah dan Musnad
Ahmad. Dari
sejumlah karyanya, kitab Musnad Ahmad inilah yang termasyur sehingga membuat
nama Imam Ahmad terkenal dikalangan keilmuan Islam. [21]
B. Sistematika Pembahasan Kitab Musnad
Musnad adalah kitab
hadis yang urutan penyebutannya berdasarkan nama sahabat, yang lebih dahulu
masuk Islam atau berdasarkan nasab.[22]
Kitab Musnad Ahmad merupakan salah satu karya monumentalnya Imam Ahmad
di bidang hadis yang masih menjadi rujukan dalam berbagai persoalan umat hingga
saat ini. Kitab ini ditulis pada permulaan abad III H, sebagaimana disebutkan
dalam sejarah, bahwa awal abad III H memang sudah dimulai adanya usaha untuk
membersihkan hadis-hadis dan fatwa-fatwa ulama yang tidak termasuk hadis.[23]
Menurut sebagian
ulama, derajat kitab ini berada di bawah kitab sunan. Adapun peringkat
pertama ditempati oleh Sahih al-Bukhari karya Imam Bukhari, Sahih
Muslim karya Imam Muslim, dan al-Muwatta’ karya Imam Malik. Musnad
Ahmad termasuk kitab
termashur dan terbesar yang disusun pada periode kelima perkembangan hadis
(abad III H). Kitab ini melengkapi dan menghimpun kitab-kitab hadis yang ada
sebelumnya dan merupakan satu kitab yang dapat memenuhi kebutuhan muslim dalam
hal agama dan dunia, pada masanya. Seperti halnya ulama-ulama abad ketiga
semasanya, Ahmad menyusun hadis dalam kitabnya secara musnad.
Hadis-hadis yang terdapat dalam Musnad tersebut tidak semua riwayat
Ahmad, sebagian merupakan tambahan dari putranya yang bernama Abdullah dan
tambahan dari Abu Bakar al-Qat’i.[24]
Hadis-hadis
yang terdapat dalam kitab Musnad, menurut
penelitian para ulama hadis, ada yang sahih, ada yang hasan dan ada yang dhaif.
Di dalamnya terdapat hadis-hadis sahih yang diriwayatkan oleh penyusun kitab
enam, dan juga hadis-hadis yang tidak diriwayatkan oleh mereka itu.[25]
Hadis-hadis
yang terdapat dalam Musnad Ahmad dihimpun dari 6 sumber, yaitu:
1. Hadis yang diriwayatkan Abdullah dari ayahnya, Ahmad ibn Hanbal,
dengan mendengar langsung. Hadis seperti ini paling banyak jumlahnya di dalam Musnad
Ahmad.
2. Hadis yang didengar Abdullah dari ayahnya dan dari orang lain.
Hadis semacam ini sangat sedikit jumlahnya.
3. Hadis yang diriwayatkan Abdullah dari selain ayahnya.
Hadis-hadis ini, ahli hadis menyebutnya zawaid Abdullah (tambahan-tambahan).
4. Hadis yang tidak didengar Abdullah dari ayahnya tetapi dibacakan
kepada sang ayah.
5. Hadis yang tidak didengar dan tidak dibacakan Abdullah kepada
ayahnya, tetapi Abdullah menemukannya dalam kitab sang ayah yang ditulis dengan
tangan.
6. Hadis yang diriwayatkan oleh al-Hafiz Abu Baqar al-Qati’i.[26]
Dalam kitab Musnad Ahmad berisi 40.000
hadis yang ditulis kembali oleh Imam Ahmad dengan susunan berdasarkan tertib
nama sahabat yang meriwayatkan. Umumnya, hadis dalam kitab ini berderajat sahih
dan hanya sedikit yang dhaif. dan 10.000 hadis di antaranya berbentuk
pengulangan. Selain itu, ada juga 10.000 hadis yang merupakan tambahan dari Abdullah,
putra Imam Ahmad, dan dari Ahmad bin Ja’far Al Qath’i. Yang menertibkan kitab
tersebut adalah Abdullah ibn Ahmad, lalu terjadilah kesalahan-kesalahan dalam
pentahkikan itu.[27]
C. Metode Penyusunan Kitab Musnad
Musnad Ahmad,
adalah salah satu kitab hadis, yang lebih banyak mengumpulkan hadis yang
ditakdirkan Allah swt. terpelihara dengan baik,
yang terbesar yang sudah terkenal dikalangan umat Islam dan sampai
ketangan kita sekarang ini.[28]
Metode penyusunan
kitab Musnad Ahmad jelas berbeda dengan metode penyusunan kitab lainnya.
Kalau kitab sunan dan sahih misalnya, mengurutkan pembahasannya
dengan mengacu pada sistematika fikih, yaitu dimulai dari bab ibadah,
pernikahan, muamalah, dan seterusnya, Musnad tidak demikian. Hadis-hadis
dalam Kitab Musnad disusun berdasarkan riwayat para perawi. Artinya,
seluruh hadis yang diriwayatkan oleh seorang perawi ditampilkan dalam satu
bagian, sedangkan bagian selanjutnya memaparkan himpunan hadis yang
diriwayatkan perawi lain.[29]
Berdasarkan versi
yang terhimpun dalam Maktabah al-Syamilah, Kitab Musnad Ahmad, berisi 14 bagian, yaitu:
a. Musnad al-‘Asyrah al-Mubasyyirin bi al-Jannah (musnad
sepuluh sahabat yang mendapatkan jaminan masuk surga).
b. Musnad as-Sahabah ba’da al-‘Asyrah (musnad sahabat yang
selain sepuluh sahabat di atas).
c. Musnad Ahli al-Bait (musnad sahabat yang tergolong Ahli
Bait).
d. Musnad Bani Hasyim (musnad sahabat yang berasal dari Bani
Hasyim).
e. Musnad al-Muksirin min as-Sahabah (musnad sahabat yang
banyak meriwayatkan hadis).
f. Baqi Musnad al-Muksirin (musnad sahabat yang juga banyak
meriwayatkan hadis).
g. Musnad al-Makkiyyin (musnad sahabat yang berasal dari
Mekah).
h. Musnad al-Madaniyyin (musnad sahabat yang berasal dari
Madinah).
i. Musnad al-Kufiyyin (musnad sahabat yang berasal dari
Kufah).
j. Musnad asy-Syamiyyin (musnad sahabat yang berasal dari
Syam).
k. Musnad al-Basriyyin (musnad sahabat yang berasal dari
Bashrah).
l. Musnad al-Ansar (musnad sahabat Ansar).
m. Baqi Musnad al-Ansar (musnad yang juga berasal dari
sahabat Ansar).
n. Musnad al-Qabail (musnad dari berbagai kabilah atau
suku).[30]
Dalam kaitan ini dapat dikatakan bahwa salah satu hal yang unik
dalam penyusunan kitab Musnad yaitu menyusun hadis berdasarkan nama para
sahabat Nabi saw. yang meriwayatkan hadis itu. Untuk mempergunakan kitab ini
seseorang harus menetapkan dulu hadis riwayat siapa yang ia kehendaki. Karena
itu bagi orang yang merujuk kepada kitab Musnad dan ia mau mencari hadis
berkaitan dengan bab salat misalnya, ia tidak akan mendapatkan hasil apa-apa.
Sebab dalam kitab Musnad tidak akan ditemukan bab salat, bab zakat dan
sebagainya, yang ada hanyalah bab tentang nama-nama sahabat Nabi serta
hadis-hadis yang diriwayatkan mereka.[31]
Imam Ahmad bin Hanbal adalah seorang tokoh yang sederhana dan juga
seorang imam yang besar pada zamannya. Kecintaan beliau pada hadis Nabi,
merupakan suatu yang harus dihargai. Upaya beliau dalam menyelamatkan hadis
dari pemalsuan dan kepunahannya patut diberi penghargaan. Kitab Musnad Ahmad
bin Hanbal, merupakan kitab Musnad yang paling terkenal di antara
kitab-kitab hadis lainnya yang muncul pada awal abad III. Kitab ini melengkapi
dan menghimpun kitab-kitab hadis yang ada sebelumnya dan merupakan satu kitab
yang dapat memenuhi kebutuhan muslim dalam hal agama dan dunia pada masanya,
juga hingga saat ini.
[1] Imam Ahmad bin
Muhammad bin Hanbal, Musnad Imam Ahmad, Jild I, Terj. Fathurrahman Abdul, dkk, cet I (Jakarta:
Pustaka Azzam, 2006), 70.
[2] Abd Wahid, Khazanah
Kitab Hadis, cet I (Yogyakarta: Ar-Raniry Press, Darussalam Banda Aceh
bekerjasama dengan AK Group Yogyakarta, 2008), 99.
[3] Dosen Tafsir
Hadis Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Studi Kitab Hadis
(Yogyakarta: Teras, 2003), 25.
[4] Ahmad al-Syurbasi, Sejarah dan Biografi Empat Imam Mazhab, Terj. Sabil Huda, Ahmadi (Jakarta: Amzah, 2011), 192.
[5] Abdurrahman al-Syarqawi, Riwayat Sembilan Imam Fiqih, Terj.
M.H. al-Hamid al-Husaini (Bandung: Pustaka Hidayah, 2000), 446-447.
[7] Muhammad Mustafa Azami, Memahami Ilmu Hadis
Telaah Metodelogi dan Literatur Hadis, Terj. Meth Kieraha, cet 3
(Jakarta: Lentera, 2003), 147-148.
[8] Badri Khaeruman, Otentisitas Hadis Studi Kritis Atas Kajian
Hadis Kontemporer ( Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), 193.
[9] Abd Wahid, Khazanah Kitab Hadis....,
100
[10] Dosen Tafsir
Hadis Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Studi Kitab Hadis....,
27.
[11] Abd Wahid, Khazanah
Kitab Hadis...., 98.
[12] Dosen Tafsir
Hadis Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Studi Kitab Hadis....,
26.
[14] Dosen Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, Studi Kitab Hadis...., 27.
[18] Dosen Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, Studi Kitab Hadis...., 26.
[19] Ahmad al-Syurbasi, Sejarah dan Biografi Empat
Imam Mazhab, Terj. Sabil Huda, Ahmadi (Jakarta: Amzah, 2011),
206.
[22] Dosen Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, Studi Kitab Hadis...., 32.
[24] Dosen Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, Studi Kitab Hadis...., 32.
[25] M. Hasbi Ash Shiddiqiey, Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadis, Jild
1 (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1987), 204-205.
[26] Dosen Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, Studi Kitab Hadis...., 35.
Tidak ada komentar: