Dalam struktur hirarki sumber hukum Islam, hadits
(sunnah) bagi ummat Islam menempati urutan kedua sesudah al-Qur’an karena,
disamping sebagai ajaran Islam yang secara langsung terkait dengan keharusan
menaati Rasulullah Saw, juga karena fungsinya sebagai penjelas (bayan) bagi
ungkapan-ungkapan al-Qur’an yang mujmal, muthlaq, ‘amm dan sebagainya.
Hadits
Nabi meskipun dalam hirarki sumber pokok ajaran Islam menempati urutan kedua,
namun dalam praktek pelaksanaan ajaran Islam sangat urgen, bahkan tidak jarang
dianggap sejajar, hadits bukan hanya berfungsi sebagai penguat dan penjelas
tetapi suatu ketika ia secara independen dapat menjadi pijakan dalam menentukan
suatu ketetapan hukum terhadap sesuatu kasus yang tidak disebut dalam al-Qur’an.
Keberadaan
hadits sebagai sumber hukum Islam sangat unik dan urgen tidak seperti al-Qur’an
yang qath’i, Hadits dengan berbagai dimensinya selalu menjadi fokus kajian yang
problematik dan menarik baik bagi pendukung maupun penentangnya.
Maka
tidak mengherankan jika eksistensinya sering menjadi sasaran kritik dari
orang-orang yang anti terhadap Islam, dikalangan umat Islam sendiri muncul
kelompok yang disebut inkar al-sunnah, yang tidak menjadikan hadits sebagai
sumber ajaran Islam dan hanya mencukupkan diri dengan petunjuk al-Qur’an. Di
era kontemporer muncul pelbagai pemikiran baik yang dilakukan oleh pemikir
muslim maupun kaum orientalis, mereka tidak pernah berhenti dan selalu
mengalami perkembangan yang cukup pesat, hal ini terlihat dari banyaknya kelompok
yang mengkritisi pemikiran seputar hadits seperti Mustafa al-Azami dari India,
Fazlurrahman dari Indo-Pakistan, Muhammad Syahrur dari Syiria, Muhammad al
Gazali dan Yusuf Qardawi dari Mesir, sedangkan dari kelompok orientalis
terdapat nama-nama seperti Josepht Schacht. Montgomery Watt, Ignaz Goldzihe,
dan sebagainya.
A. PENGERTIAN TAKHRIJ HADIS
Sebelum
saya menjelaskan mengenai urgensi tajkhrij hadis adakalanya kita menjelaskan
dahulu apa itu takhrij hadis sehingga tidak menimbulkan permasalahan dalam memahami
urgensinya.
Kata takhrij berasal dari bahasa
arab yang berarti mengeluarkan sesuatu dari tempat[1].
Dan dapat digunakan beberapa arti, mengeluarkan (istinbath). Pengertian takhrij
menurut ahli hadis memiliki tiga macam pengertian yaitu:[2]
1.Usaha mencari sanad hadis yang terdapat dalam kitab hadis karya orang lain, yang tidak sama dengan sanad yang terdapat dalam kitab tersebut.
2.Suatu keterangan bahwa hadis yang dinukilkan kedalam kitab susunannya itu terdapat dalam kitab lain yang telah disebutkan nama penyusunnya.
3.Suatu usaha mencari derajad, sanad, dan rowi hadis yang tidak diterangkan oleh penyusun atau pengarang suatu kitab.
B. URGENSI TAKHRIJ HADIS
1.Usaha mencari sanad hadis yang terdapat dalam kitab hadis karya orang lain, yang tidak sama dengan sanad yang terdapat dalam kitab tersebut.
2.Suatu keterangan bahwa hadis yang dinukilkan kedalam kitab susunannya itu terdapat dalam kitab lain yang telah disebutkan nama penyusunnya.
3.Suatu usaha mencari derajad, sanad, dan rowi hadis yang tidak diterangkan oleh penyusun atau pengarang suatu kitab.
B. URGENSI TAKHRIJ HADIS
Adapun tujuan utama dilakukan tahrij al-hadits
diantaranya adalah:
a.
Mengetahui sumber asli asal hadits yang di takhrij.
b.
Mengetahui keadaan/kualitas hadits yang berkaitan dengan maqbul/diterima maupun
mardudnya/ditolaknya.
Sumber-sumber
Hadits yang asli dimaksud adalah kitab-kitab Hadits , dimana para penyusunnya menghimpun
Hadits-hadits itu melalui penerimaan dari guru-gurunya dengan rangkaian sanad
yang sampai kepada Nabi Muhammad SAW, seperti kitab al-Sittah (sahih
al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, al-Turmudzi, al-Nasa’I dan Ibnu Majah).
Adapun penjelasan terhadap nilai-nilai Hadits,
diterima atau tidaknya sebuah hadits atau sahih, hasan atau daifnya dan
lain-lain, dilakukan bila perlu saja dan tidak merupakan yang esensial dalam
tahrij[3].
Takhrij
al-Hadits sangat berguna untuk memperluas pengetahuan seseorang tentang seluk
beluk kitab-kitab Hadits dalam berbagai bentuk dan system penyusunannya,
mempermudah seseorang dalam mengembalikan sesuatu Hadits yang ditemukannya
kedalam sumber-sumber aslinya, sehingga dengan demikian akan mudah pula untuk
mengetahui derajat keshahihan tidaknya Hadits tersebut, Selain itu, dengan
takhrij al-Hadits secara tidak langsung seseorang akan mengetahui hadits-hadits
lain yang sebenarnya tidak dicari dan sempat membacanya dalam kitab-kitab itu.
sedikitnya
ada tiga hal yang menyebabkan pentingnya kegiatan takhrij al-hadits dalam
melaksanakan penelitian hadits, yaitu:
1.
Untuk mengetahui asal usul riwayat hadits yang akan diteliti;
2.
Untuk mengetahui seluruh riwayat bagi hadits yang akan diteliti;
3.
Untuk mengetahui ada tidaknya syahid dan mutabi’ pada sanad yang akan diteliti.
Sedangkan
manfaat dari kegiatan takhrij al-hadits diantaranya adalah:
a.
Memperkenalkan sumber-sumber hadits, kitab-kitab asal di mana suatu hadits
berada, beserta ulama yang meriwayatkannya.
b.
Dapat menambah perbendaharaan sanad hadits melalui kitab-kitab yang dirujuknya,
semakin banyak kitab asal yang memuat suatu hadits, semakin banyak pula
perbendaharaan sanad yang kita miliki.
c.
Dapat memperjelas keadaan sanad, dengan membandingkan riwayat hadits yang
banyak itu, maka dapat diketahui apakah riwayat tersebut munqati’, mu’dal dan
lain-lain, demikian juga dapat diketahui, apakah status riwayat tersebut sahih,
hasan atau daif.
d.
Dapat memperjelas kualitas suatu hadits dengan banyaknya riwayat, suatu hadits
daif kadang diperoleh melalui satu riwayat, namun takhrij memungkinkan akan
menemukan riyawat lain yang sahih, hadits yang sahih itu mengangkat kualitas
hadits yang daif tersebut kederajat yang lebih tinggi.
e.
Dapat memperjelas periwayat hadits yang samar, dengan adanya takhrij
kemungkinan dapat diketahui nama periwayat yang sebenarnya secara lengkap.
f.
Dapat memperjelas periwayat hadits yang tidak diketahui namanya, yaitu melalui
perbandingan diantara sanad yang ada.
g.
Dapat menafikkan pemakaian lambang periwayatan ‘an dalam periwayatan hadits
oleh seorang mudallis.
h.
Dapat menghilangkan kemungkinan terjadinya riwayat dan memperjelas nama
periwayat yang sebenarnya.
i.
Dapat memperkenalkan periwayatan yang tidak terdapat dalam satu sanad.
j.
Dapat menghilangkan unsur syaz dan membedakan hadits yang mudraj.
k.
Dapat menghilangkan keragu-raguan dan kekeliruan yang dilakukan oleh periwayat.
l.
Dapat membedakan antara periwayatan secara lafal dengan periwayatan secara
makna.
m.
Dapat menjelaskan waktu dan tempat turunnya hadits dan lain-lain.
Dengan demikian melalui kegiatan takhrij al-hadits
peneliti dapat mengumpulkan berbagai sanad dari sebuah hadits, dan juga dapat
mengumpulkan berbagai redaksi dari sebuah matan hadits.
METODE TAKHRIJ
AL-HADITS
Memang penulusuran hadits (takhrij al-hadits) kepada
sumber aslinya tidak mudah, sebagaimana penulusuran ayat Alquran. Penulusuran
terhadap ayat Alquran cukup diperlukan sebuah kitab kamus Alquran, misalnya
al-Mu’jam Mufahras li Alfazh al-Qur’an al-karim, sedangkan penulusuran terhadap
hadits nabi tidak cukup hanya menggunakan sebuah kamus karena hadits nabi
terhimpun dalam banyak kitab dengan metode penyusunan yang baragam[4].
Dengan dimuatnya hadis Nabi dalam berbagai Kitab hadis,
maka sampai saat ini, belum ada sebuah kamus yang mampu memberi petunjuk untuk
mencari hadis yang dimuat oleh seluruh kitab hadis yang ada, tetapi terbatas
pada sejumlah hadis saja. Namun demikian, tidaklah berarti bahwa hadis nabi
yang termuat dalam berbagai kitab itu tidak dapat ditelusuri. Untuk keperluan
itu, ulama hadis telah menyusun kitab-kitab kamus dengan metode yang beragam.
Ada dua macam metode takhrij, yakni takhrij al-hadis bi al-lafzh (berdasarkan lafal) dan takhrij al-hadis bi al-maudhu’ (berdasarkan
topic masalah). Abu Muhammad ‘Abd al-Muhdi dan Mahmud al-Thahhan mengmukakan
dalam kitabnya, metode takhrij al-hadis ada lima macam, yakni
1. Takhrij melalui lafal pertama matan
hadis
2. Takhrij melalui kata-kata dalam hadis
3. Takhrij melalui perawi hadis pertama
4. Takhrij menurut tema hadis
5. Dan takhrij berdasarkan status hadis.
Kesimpulan
Sebagaimana
yang telah kita ketahui bahwa takhrij al-Hadits sangat berguna untuk memperluas
pengetahuan seseorang tentang seluk beluk kitab-kitab Hadits dalam berbagai bentuk
dan system penyusunannya, dan mempermudah seseorang dalam mengembalikan sesuatu
Hadits yang ditemukannya kedalam sumber-sumber aslinya, sehingga dengan
demikian akan mudah pula untuk mengetahui derajat keshahihan tidaknya Hadits
tersebut, Selain itu, dengan takhrij al-Hadits secara tidak langsung seseorang
akan mengetahui hadits-hadits lain yang sebenarnya tidak dicari dan sempat
membacanya dalam kitab-kitab itu.
sedikitnya
ada tiga hal yang menyebabkan pentingnya kegiatan takhrij al-hadits dalam melaksanakan
penelitian hadits, yaitu:
1.
Untuk mengetahui asal usul riwayat hadits yang akan diteliti;
2.
Untuk mengetahui seluruh riwayat bagi hadits yang akan diteliti;
3.
Untuk mengetahui ada tidaknya syahid dan mutabi’ pada sanad yang akan diteliti.
[1] Mahmuc Yunus, Kamus Arab Indonesia, Jakarta:PT. Hidakarya Agung.
1990. Hal 259
[2] Abdul Majid Khon, Ulumul
Hadis, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005). Hal 32
[3] http://narumaharumi.blogspot.com/2012/02sejarah
perkembangan-hadiss.html
[4] M. Agung Solahuddin, Agus
Suryadi, Ulumul hadis,
(Bandung:CVpustaka setia).2011, hal 31
Tidak ada komentar: